Birokrasi Uzbekistan dalam Aturan Dulu dan Sekarang oleh Prayitno Tri Laksono Dosen FKIP UNISMA Malang dan Pengajar BIPA PPSDK di Uzbekistan

Banyak hal yang baru dan berbeda di Uzbekistan bagi saya. Negara ini terbilang unik karena aturan-aturan yang berlaku begitu ketat dan kadang ada aturan yang tidak bisa dijelaskan dengan mudah alasannya.

Mengalami dan merasakan kehidupan di Uzbekistan selama kurang lebih 1 tahun ini, saya merasa beruntung sekaligus bersyukur. Saya merasa beruntung karena saya bisa merasakan dua kesempatan yang berbeda total sejak 4 bulan awal saya datang dengan saat  7 bulan terakhir ini. Ada perbedan aturan yang diterapkan oleh presiden kedua Uzbekistan, Shavkat Mirziyoyev, dengan peraturan presiden pertama dulu, Islom Karimov.

 

Pertama, dulu ketika Anda hendak masuk ke Uzbekistan, Anda harus membuat visa kunjungan yang cukup rumit walaupun hanya berkunjung untuk jalan-jalan. Salah satu syarat pengajuan visa yang sulit adalah kita harus memiliki surat resmi dari pihak pemerintah Uzbekistan atau calling visa yang menunjukan bahwa sifat kunjungan Anda ke Uzbekistan adalah legal dan ada yang bertanggung jawab terhadap Anda selama di Uzbekistan. Namun, setelah aturan baru terbit pada bulan Februari 2018 lalu, presiden Uzbekistan memberikan kebijakaan bebas visa bagi WNI yang hendak berkunjung ke Uzbekistan selama 30 hari. Dampak dari aturan baru ini adalah membludaknya turis Indonesia yang berkunjung ke sini hampir tiap minggu walaupun biasa tiket PP Indonesia—Uzbekistan tidaklah murah, sekitar $600—700.

 Kedua, dulu saat kita hendak masuk ke Uzbekistan, kita wajib mengisi declair atau laporan nyata tentang berapa uang yang kita bawa masuk ke negara ini dan barang berharga apa saja yang kita bawa.

Jumlah uang yang kita bawa masuk harus berkurang saat kita keluar dari Uzbekistan. Jadi, seandainya petugas imigrasi menemukan Anda membawa jumlah uang yang lebih banyak dari jumlah awal saat Anda laporkan, petugas akan mengambil kelebihan uang tersebut dan akan menjadi hak milik negara Uzbekistan. Intinya, pemerintah Uzbekistan saat itu sangat ketat dengan kasus pencucian uang dan penggelapan uang sehingga aturan tersebut dibuat. Akan tetapi, mulai Januari 2018 lalu, aturan tersebut juga sudah dihapuskan. Pengunjung yang masuk ke Uzbekistan tidak perlu lagi menuliskan jumlah uang dan jenis barang apa saja yang dibawa masuk, tapi dengan syarat pengunjung hanya membawa uang sebesar maksimal $2.000 saja. Jika lebih dari itu, pengunjung tetap harus melaporkan jumlah uang yang dibawanya.

Ketiga, nilai mata uang Uzbekistan Som terhadap dollar saat itu hingga bulan September 2017 masih memiliki dua jenis nilai tukar. Nilai tukar pertama adalah nilai tukar resmi pemerintah, yaitu $1 sama dengan 4.500 Som. Nilai tukar kedua adal  ah nilai tukar di pasar gelap, yaitu $1 sama dengan 7.500 Som. Hal ini mengakibatkan beredarnya penjual Som di pasar gelap dan ilegal. Saat pertama kali datang di bulan Agustus 2017, saya sempat menukar uang dollar di penjual pasar gelap karena nilai tukarnya yang cukup tinggi dan bagus. Namun, sejak September pertengahan 2017 lalu, pemerintah lagi-lagi membuat kebijakan baru yang bagus. Pemerintah saat itu menghapus keberadaan pasar gelap untuk penukaraan uang dan mengubah kurs Som menjadi 8.000 Som per $1. Hingga kini, nilai tukar Som terhadap dollar masih sangat stabil pada kisaran 8.000—8100 Som per $1.

 

Keempat, setelah pemerintah Uzbekistan membuat kebijakan tentang nilai tukar Som terhadap dollar, pemerintah juga menerbitkan pecahan mata uang kertas baru yang lebih besar daripada sebelumnya. Pada september 2017, pemerintah menerbitkan mata uang kertas pecahan 10.000 Som dan pada Oktober 2018 pemerintah menerbitkan mata uang kertas pecahan 50.000 Som. Dulu, mata uang yang beredar di masyarakat adalah pecahan uang kertas 100, 200, 500, 1.000, dan 5.000 Som saja. Padahal, nominal dan angka untuk harga-harga di sini sama persis seperti di Indonesia, mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta. Jadi, saat itu jika kita mau beli baju dengan harga 400.000 Som, kita harus membawa uang dengan pecahan maksimal 5.000 Som sebanyak 400.000 Som. Bisa terbayang, seberapa tebal uang yang harus kita bawa.

Kelima, ibu kota Uzbekistan, yaitu Tashkent adalah salah satu kota termodern di Uzbekistan dan satu-satunya kota di Asia Tengah yang memiliki sistem transportasi kereta bawah tanah peninggalan Uni Soviet saat itu. Setiap setasiun kereta bawah tanah atau metro di Tashkent memiliki tema dan cerita. Dekorasi dan desainnya pun sangat indah dan menarik untuk diabadikan dengan kamera. Namun, sejak pertama setasiun metro ini dibangun hingga awal tahun 2018 lalu, pemerintah melarang keras siapa pun untuk memfoto area metro termasuk setasiunnya. Pelarangan ini bertujuan untuk keamanan dan tujuan lainnya sehingga selama saya tinggal di Tashkent, sata tidak pernah memfoto area metro. Akan tetapi, pada awal bulan Mei 2018, pemerintah sudah membolehkan pengunjung setasiun metro untuk memfotonya, termasuk para wisatawan yang berada di Tashkent.

Perubahan aturan tersebut sangat bagus bagi pariwisata Uzbekistan karena ketika ada wisatawan yang berkunjung ke setasiun metro kemudian memfoto dan mengunggah di media sosial, secara tidak langsung bisa mempromosikan keindahan metro khas Uzbekistan kepada dunia. Kelima hal itulah yang berubah dengan drastis di Uzbekistan selama saya tinggal di sini. Sangat bersyukur dan beruntung saya dapat mengalami dua perubahan suasan dan aturan di Uzbekistan. Tujuan perubahan ini sangatlah bagus dan bermanfaat bagi masyarakat Uzbekistan dan para wisatawan yang hendak berkunjung ke sini.

  • Penulis Prayitno Tri Laksono, M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNISMA Malang, Pengajar BIPA PPSDK di Uzbekistan State World Languages University
  • Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi http://www.kui.unisma.ac.id
  • Popular Article atau Rubrik Opini http://www.kui.unisma.ac.id adalah terbuka untuk umum. Panjang naskah sekitar 500-600 kata (berbahasa Indoneisa atau bahasa Internasional). Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
  • Naskah dikirim ke alamat e-mail: kui@unisma.ac.id
  • Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.