Uzbekistan, Negeri Empat Musim dengan Cuaca Ekstrem oleh Prayitno Tri Laksono Dosen FKIP UNISMA Malang dan Pengajar BIPA PPSDK di Uzbekistan

Uzbekistan adalah salah satu negara di dunia khususnya di wilayah Asia Tengah yang memiliki empat musim.

Tidak banyak informasi tentang negara ini di dunia maya, termasuk informasi tentang musim yang ada di sana. Mungkin karena terlalu tertutupnya di masa lalu, banyak orang asing yang sulit dan tidak mudah untuk masuk ke negara ini walaupun hanya untuk tujuan berwisata. Layaknya saya, sebelum mulai bertugas di Uzbekistan dari Agustus 2017, saya pun tidak banyak tahu menahu tentang negara ini.

Ketika mendapat kabar bahwa saya harus mengemban tugas lagi dari PPSDK ke Uzbekistan di tahun 2017 lalu, saya langsung mencari tahu segala informasi tentang negara ini. Satu-satunya informasi yang paling sering dibahas di dunia maya tentang Uzbekistan adalah keberadaan kompleks makam Imam Al-Bukhari di Kota Samarkand, 4 jam dari Ibu Kota Tashkent. Selain itu, tidak banyak yang diinformasikan oleh masyarakat di dunia maya. Termasuk informasi mengenai musim dan cuaca di Uzbekistan, saya berpikir negara ini akan sama dengan negara-negara di Timur Tengah lainnya, hanya ada musim panas dan gersang.

Sebelum saya mendalami informasi lebih lanjut mengenai musim di sini, saya masih merasa bingung dengan wilayah teritorial Uzbekistan.

Banyak yang bilang bahwa Uzbekistan adalah bagian dari wilayah Eropa Timur, tetapi juga tidak sedikit orang yang bilang bahwa negara ini adalah wilayah dari Asia Tengah. Saya bisa meyakinkan diri bahwa Uzbekisan adalah bagian dari wilayah Asia Tengah, setelah saya datang di sini dan bertanya langsung kepada penduduk asli. Jadi, sebelum dan saat akan saya berangkat ke Uzbekistan, saya masih ragu tentang wilayah teritorial negara ini ada di mana.

Karena saya bertugas selama satu tahun di Uzbekistan, saya harus meyiapkan informasi banyak mengenai musim dan cuaca di sini. Ternyata, Uzbekistan memiliki empat musim berbeda seperti di Jepang dan Korea. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya tinggal selama setahun di sini, saya bisa menyimpulkan cuaca di Uzbekistan dibagi menjadi dua saja, yaitu 7 bulan bercuaca dingin dan 5 bulan bercuaca sedang hingga sangat panas.

Pertama kali datang ke Uzbekistan saya langsung disambut dengan cuaca panas karena masih masuk di akhir musim panas dan awal musim gugur. Suhu saat itu bisa mencapai 35—38°C. Musim panas berakhir di akhir September dengan ditandai dengan suhu saat itu langsung turun drastis sekitar 10—15°C. Padahal, sehari sebelumnya suhu masih di atas 25–30°C. Hal ini yang membuat ketahanan tubuh saya juga langsung mengalami gangguan alias sakit.

Awal gugur pun, suhu di Uzbekistan masih belum stabil. Dalam satu hari bisa terjadi cuaca dingin sekali saat pagi hari, kemudian meloncak panas di siang hari, dan turun hujan deras di sore hingga malam hari. Suhu rerata selama musim gugur dari September hingga Desember awal adalah 9–13°C saja. Bagi orang Indonesia seperti saya yang terbiasa dengan iklim tropis, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan mudah sakit karena tubuh harus beradaptasi dengan cuaca yang ekstrem.

Congress vs BJP Over Women Bodybuilders Posing In Front Of Hanuman’s Image what to expect from deca and test cycle bodybuilder shawn rhoden banned from mr. olympia competitions after utah rape charges

Sempat, dua bulan pertama saat memasuki cuaca dingin, saya mengalami alergi kulit yang parah dan berlangsung selama 3 bulan.

Hampir di seluruh badan terdapat bintik merah dan gatal sekali hingga pada akhirnya harus diobati dengan cara injeksi selama 10 hari di klinik kampus. Pengalaman ini luar biasa berkesan sekaligus sempat membuat saya berputus asa dengan cuaca ekstrem di Uzbekistan. Saat itu saya sudah ingin pulang saja karena tidak bisa menikmati hidup dengan cuaca yang sangat ekstrem di Uzbekistan dengan suhu yang begitu dingin. Akan tetapi, masalah alergi suhu dingin akhirnya teratasi dan semunya berjalan normal setelah 3 bulan dilalui.

Setelah musim gugur usai, pada awal Desember tepat di tanggal 1 Desember saat itu turun hujan salju sangat lebat. Inilah pengalaman terindah dan takkan pernah terlupakan dalam hidup saya. Pertama kali saya melihat dan menyentuh salju adalah di sini, saat musim dingin tahun lalu. Sebelumnya saya tidak pernah berpikir bahwa di Uzbekistan akan turun salju sederas dan seindah ini. Banyak sekali tempat-tempat di sudut kampus maupun di kota yang terselimuti oleh salju dan terlihat cantik sekali. Namun, lagi-lagi suhu turun drastis ke angka -7°C saat pertama kali turun salju.

Musim dingin di Uzbekistan ternyata lebih lama jika dibandingkan dengan nagara lain di Asia Timur. Suhunya pun lebih ekstrem bisa mencapai -17°C saat bulan Februari lalu. Setelah musim salju berlalu, tibalah musim yang paling dinanti oleh semua masyarakat Uzbekistan, yaitu musim semi. Banyak orang mengidolakan musim ini karena begitu banyak bunga-bunga bermekaran, daun-daun muda bertumbuhan, dan buah-buah segar mulai bermunculan. Musim semi di sini berlangsung dari Maret hinga Mei saja. Namun, selama musim semi ternyata suhu masih dingin, belum hangat. Suhu rata-rata saat musim semi masih pada kisaran 8—14°C saja. 

Bunga-bunga dari pohon aprikot, chery, dan lainnya bermekaran selama seminggu hingga dua mingguan saja. Momen inilah yang juga saya nanti setelah sekian bulan mengalami musim salju dan beku. Harga buah saat musim semi jauh lebih murah dibandingan dengan harga buah di Indonesia. Contohnya, harga sekilo strawberry di sini hanya sekitar Rp 8.000 saja. Itu pun jenis strawberry yang paling bagus dan besar. Jadi, musim terindah dan terfavorit bagi saya selama tinggal di Uzbekistan adalah musim semi.

  1. Penulis Prayitno Tri Laksono, M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNISMA Malang, Pengajar BIPA PPSDK di Uzbekistan State World Languages University
  2. Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi http://www.kui.unisma.ac.id
  3. Popular Article atau Rubrik Opini http://www.kui.unisma.ac.id adalah terbuka untuk umum. Panjang naskah sekitar 500-600 kata (berbahasa Indoneisa atau bahasa Internasional). Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
  4. Naskah dikirim ke alamat e-mail: kui@unisma.ac.id
  5. Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.