Wai Khru: Secuil Cerita dari Negeri Gajah Putih Oleh Elva Riezky Maharany Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA Malang, Pengajar BIPA Program PPSDK di Rajamangala University of Technology Krungthep Bangkok

Teachers do the right thing. They are diligent, persistent, hospitable, idealistic, strong and patient. They are also honest, sincere and kind to others.  They are wise, reasonable and knowledgeable – His Majesty King Bhumibol Adulyadej, Raja Thailand (1980:23)

Kala itu.

Udara pagi merasuk ke dalam apartement saya. Rasanya hari ini tidak seperti biasa. Senang dan bahagia yang lebih daripada hari biasa. Saya siap membagi kesenangan tersebut dan bergegas menyiapkan diri untuk ke kampus mengikuti sebuah upacara yang saya nanti-nanti. Upacara spesial yang mana guru dan mahasiswa baru sangat tunggu.

Ayo Kuliah dan Daftar di UNISMA Malang sekarang!

Pendaftaran bisa melalui online: http://pmb.unisma.ac.id/

Tepat pukul sembilan pagi, upacara dimulai. Hawa sakral dan kidmat menyelimuti aula pertemuan universitas. Cat putih tembok aula seakan mendukung suasana kala itu. Suci dan murni. Setiap kelompok mahasiswa baru dengan pakaian senada warna putih dengan bawahan hitam tiap-tiap jurusan berkumpul di aula yang luas tersebut. Rektor, pimpinan universitas, guru dan tak lupa pegawai universitas menyambut mahasiswa baru dengan senyum terbaik penuh dengan aura keteduhan. Rona bahagia terpancar dari wajah mereka. Mereka kemudian berdiri dan salah satu mahasiswa memimpin memanjatkan doa.

Alunan lagu menderu mendayu mengisi ruangan kala itu. Lagu ‘Wai Khrun’ yang menceritakan tentang pentingnya guru dalam kehidupan. Tanpa tahu arti di tiap liriknya, lagu tersebut nyatanya telah berhasil membuat saya merinding dan terharu. Sungguh syahdu.

Saat itu, saya duduk di kursi barisan kedua bersama dengan para rector, pimpinan universitas, dan guru. Kami duduk di atas panggung, sebuah posisi yang lebih tinggi daripada tempat duduk para mahasiswa. Karpet berwarna merah menyala menajdi saksi apa yang terjadi di atas panggung kala itu. Satu persatu siswa dari tiap-tiap kelompok berjalan ke atas panggung. Tiap-tiap mahasiswa membawa rangkaian bunga indah di tanganya senada dengan senyum yang mengisi setiap wajah yang hadir dalam upacara waktu itu. Tapi, ada satu rangkaian bunga dalam barisan tersebut yang menjulang tinggi karena berukuran lebih besar dibandingkan rangkaian bunga yang lain. Sangat menyenangkan menikmati upacara ini.

Sampainya di bibir panggung, ada hal yang menarik yang saya amati. Tiap-tiap siswa berjalan dengan lutut mereka pada posisi yang lebih rendah daripada mereka yang duduk di atas panggung hingga membentuk barisan rapi di depan guru mereka. Seakan dalam satu aba-aba, barisan tersebut duduk berlutut rapi tanpa cela dengan kepala tertuntuk kidmat di hadapan kami.

Mata saya tetap tertuju pada apa yang siswa lakukan kala itu. Bersama-sama rangkaian bunga yang siswa bawa dihanturkan kepada kami. Semua seperti dalam satu komando. Kemudian, barisan rapi siswa melakukan posisi sujud yang membuat posisi mereka sejajar dengan kaki kami. Mereka meletakkan kepala dan badan mereka membungkuk lurus ke tanah. Ternyata, ini adalah simbol transfer ilmu dari guru kepada siswa. Sebuah budaya dari Thailand sebagai cara untuk menunjukkan rasa hormat. Layaknya ujaran kalimat dari siswa yang mengaku, ‘Kami siswa tidak pernah “lebih tinggi” daripada guru’. Hati saya berdegup kencang mendapatkan perlakuan demikian.

Ayo Kuliah dan Daftar di UNISMA Malang sekarang!

Pendaftaran bisa melalui online: http://pmb.unisma.ac.id/

Setelah itu, siswa bangkit dari sujud mereka tapi masih dalam posisi duduk bersimpuh dihadapan kami. Kami mengencangkan dasi (bagi laki-laki) atau memasang pin lambang sekolah (bagi perempuan) sambil teriring doa agar kesuksesan, keberuntungan, dan keberhasilan selalu bersama mereka baik selama mereka belajar di universitas maupun kelak di masa depan.

Panggung kala itu seperti sebuah taman. Bunga-bunga yang sangat cantik mewarna menghiasi panggung kami. Bunga-bunga tersebut memiliki makna yang dalam. Rangkaian bunga melambangkan kecerdasan yang tajam, tekad dan kemampuan untuk belajar, kedisiplinan serta penghormatan terhadap guru dan kerendahan hati. Rangkaian itu merupakan simbol rangkaian doa para siswa.

Upacara pagi itu ditutup dengan sesi foto bersama hadirin yang ada di aula pertemuan waktu itu. Kenangan ini selalu bersama saya selamanya. Bagi saya mengajar di negara gajah putih ini merupakan salah satu pengalaman dalam hidup terutama pengalaman baru. Tentang bagaimana hormat-menghormati antara guru dan siswanya sangat dijunjung tinggi. Sebuah penghormatan kepada guru yang tiada tara menurut saya.

Terkadang saat saya mengajar bertemu dengan mahasiswa dengan berbagai karakter dan latar belakang yang beragam membuat rasa sabar dalam diri teruji. Akan tetapi, sapa senyum dan terima kasih yang mereka ucapkan membuat saya teringat pengalaman saya ketika upacara Wai Khrun dan membawa saya menepis rasa yang kurang pantas dalam diri dan membesarkan diri. Apakah saya sudah benar-benar menjadi guru yang terbaik untuk mahasiswa saya. Apakah saya sudah menjadi teladan yang baik buat mereka. Apakah saya pantas menerima penghormatan yang sedimikian rupa. Ragam pertanyaan yang selalu saya tanyakan dalam diri guna melecut diri ini untuk selalu memberikan yang terbaik untuk mahasiswa saya.  

Itulah sepenggal kisah perjalanan mengajar saya di Rajamangala University of Technology Krungtep (UTK), Bangkok, Thailand. Secuil kisah tersebut menggambarkan betapa ‘Wai’ (dalam Bahasa Thai artinya menyapa) dimaknai lebih daripada sekadar menyapa, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada guru. Selain terkenal akan keelokan negarannya, tak heran jika Thailand juga populer sebagai salah satu negara yang sangat menghormati guru.

Siswa sedang memberikan penghormatan kepada guru (dok. pribadi penulis)

Ayo Kuliah dan Daftar di UNISMA Malang sekarang!

Pendaftaran bisa melalui online: http://pmb.unisma.ac.id/

Guru sedang mengaitkan dasi ke siswa seraya berdoa untuk mereka (dok. pribadi penulis)

Rangkaian bunga untuk upacara Wai Khru (dok. pribadi penulis)

Foto bersama rektor dan pimpinan universitas dengan latar belakang mahasiswa baru yang sedang mengikuti upacara Wai Khru (dok. pribadi penulis)
Foto bersama guru (dok. pribadi penulis)
  • Penulis Elva Riezky Maharani, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Ketua Program BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing)  Universitas Islam Malang (UNISMA Malang) serta Pengajar BIPA Program PPSDK di Rajamangala University of Technology Krungthep Bangkok.
  • Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi http://www.kui.unisma.ac.id
  • Popular Article atau Rubrik Opini http://www.kui.unisma.ac.id adalah terbuka untuk umum. Panjang naskah sekitar 500-600 kata (berbahasa Indoneisa atau bahasa Internasional). Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
  • Naskah dikirim ke alamat e-mail: kui@unisma.ac.id
  • Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.