Hari Raya Idul Fitri di Tajikistan selalu Dirindukan: Oleh Shamsiya Abdurazoqova Mahasiswi UNISMA Malang asal Tajikistan
Tajikistan adalah negara sekuler yang menghormati kebebasan beragama. Seperti halnya di Indonesia, dua hari raya besar Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha, diperingati kaum Muslim di negara ini dan menjadi hari libur nasional.
Tradisi hari raya Idul Fitri di Tajikistan menjadi momen yang begitu ditunggu tiap tahunnya. Seperti di Indonesia, di Tajikistan juga memiliki tradisi hari raya Idul Fitri sendiri. Tradisi hari raya Idul Fitri menjadi salah satu hal yang paling dirindukan.
Di Tajikistan, Idul Fitri juga dikenal dengan istilah Id Mubarak. Kekayaan budaya yang dimiliki Tajikistan membuat perayaan Idul Fitri melebur menjadi sebuah tradisi yang unik dan menarik.
Pagi-pagi sekali para lelaki memulai hari raya Idul Fitri dengan doa dan sholat pagi di masjid. Kemudian beberapa dari mereka pergi ke pemakaman untuk menghormati kenangan akan sanak saudara yang telah meninggal.
Sementara itu, para wanita mempersiapkan meja makan. Sehari sebelum Idul Fitri, para ibu rumah tangga membeli makanan dari pasar untuk menyiapkan masakan lezat untuk kerabat, teman, dan tetangga. Ada daging, manisan, buah-buahan, sayuran, dan lainnya. Menurut tradisi, Dastarkhon yang meriah harus penuh dengan aneka hidangan yang masuk akal. Dan, tentu saja, atribut Idul Fitri yang tidak dapat dihilangkan adalah kemegahan Dastarkhon, yang dapat disuguhkan oleh siapa saja yang masuk melalui pintu rumah yang terbuka.
Sementara orang dewasa sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, biasanya anak-anak pergi bersama-sama dengan 5-10 orang. Lalu masuk halamannya atau mengetuk gerbang rumah tetangga dan meminta permen untuk mengucapkan Id Mubarak.
Salah satu tradisi yang paling menarik dan berkesan bagi anak-anak dan remaja adalah Tukhum-Jang berarti “Telur Perang”. Telurnya bisa didapat dengan permen dari tetangga. Biasanya, semua tuan rumah menyiapkan lebih dari 120 telur direbus untuk hari raya Idul Fitri. Jadi cara permainan “Telur perang ” adalah seperti ini: dua orang mengambil masing-masing telur, lalu 2 telur tersebut saling berpukulan 1 telur yang rusak, maka dinyatakan kalah. Jadi telur yang rusak diberikan pemenang. Pemenang lanjut bermain adu telur dengan orang lain. Melalui permainan ini mereka bisa mengumpulkan lebih banyak telur. Setelah itu, seluruh keluarga akhirnya berkumpul di Dastarkhon, kemudian kerabat, teman dan tamu bergabung. Semua orang saling mengucapkan Id Mubarak dan berterima kasih kepada tuan rumah untuk hadiah dan masakan yang lezat.
- Penulis Shamsiya Abdurazoqovadalah Mahasiswa, Program Darmasiswa Kemdikbud RI di Universitas Islam Malang (UNISMA)
- Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi http://www.kui.unisma.ac.id
- Popular Article atau Rubrik Opini http://www.kui.unisma.ac.id adalah terbuka untuk umum. Panjang naskah sekitar 500-600 kata (berbahasa Indoneisa atau bahasa Internasional). Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
- Naskah dikirim ke alamat e-mail: kui@unisma.ac.id
- Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.